Kamis, 13 Februari 2014

JANGAN ADA GATOTKACA LAGI



Oleh: Yuniansah surya Paiman
Sore itu, hujan datang dengan suara khasnya yang selalu kuingat. Tak ada memori buruk yang harus kulupakan ketika hujan. Yang ada hanyalah kenangan indah bersamanya.  Dulu saat aku dan teman-temanku mencuri rambutan Pak Toha sambil mengelilingi desa dengan sebuah bola plastik. Ya, itulah masa kecilku yang bisa dibilang bahagia. Terdengar suara angin yang berhembus malu-malu, mulai terlihat uap air pada jendela kaca itu. Tanganku sepertinya mulai terdorong untuk menuliskan “I LOVE YOU” pada jendela tersebut. Hm, 3 kata yang mempunyai banyak makna.
            Setelah lama mengenang masa kecil di atas karpet yang bercorak seperti macan, terlintas dalam pikiranku tokoh-tokoh idolaku dulu, seperti Batman, Power Rangers, Jiban, Satria Baja Hitam dan Spiderman. Ingin sekali aku bertemu mereka sekarang, ataupun hanya untuk sekedar mengucapkan “Hai, bagaimana kabarmu sekarang?”. Sebuah keinginan yang entah kapan bisa terlaksana. Mungkinkah Batman masih bermusuhan dengan Joker, atau malah sudah saling bekerja sama untuk mengajari renang pada temanku yang masih mempunyai ketakutan terhadap air, misalnya. Rasa penasaranku semakin dalam ketika aku memikirkan tokoh idolaku yang lain, Gatotkaca. Bagaimanakah perasaannya ketika dia mulai bisa terbang layaknya seekor burung? Mungkin sangat senang bermain di angkasa seperti layang-layang yang sering kumainkan ketika SD. Suatu saat, pernah ayahku bercerita tentang gatotkaca. Cerita yang sempat membuatku kagum padanya.
            Raden Tetuka atau Gatotkaca adalah anak dari perkawinan Bima dan Dewi Arimbi yang notabene merupakan keturunan dari raksasa Arimba. Banyak orang senang atas kelahiran Gatotkaca, namun banyak juga yang sedih ketika mengetahui tali pusarnya tidak bisa dipotong oleh alat apapun. Terdengar kabar bahwa hanya senjata konta lah yang dapat memotong tali pusar Gatotkaca. Konta merupakan sebuah keris yang seharusnya diberikan pada Arjuna, namun entah apa yang terjadi keris itu malah jatuh ke tangan Karna. Mendengar kabar itu, Arjuna segera merebut senjata itu dari Karna. Pertempuran Arjuna dengan Karna yang notabene anak pertama dari Dewi Kunthi itupun terjadi. Arjuna hanya bisa merebut sarung keris Konta, sementara kerisnya masih dibawa Karna yang lari karena kelelahan. Tali pusar Gatotkacapun dapat terpotong dengan sarung konta tersebut
            Keesokan harinya terdengar berita bahwa di Kahyangan telah terjadi kerusakan akibat ulah dari 2 raksasa. Para dewa mendengar bahwa anak dari Bima dan Dewi Arimbi telah lahir. mereka tahu , hanya anak itulah yang bisa menyelamatkan Kahyangan. Akhirnya, anak tersebut dipanggil untuk naik ke Kahyangan. Raksasa itupun kaget, ketika tahu bahwa lawan mereka hanya anak kecil yang masih belum bisa membedakan rasa ingin kentut dengan ingin buang air besar. Mereka merasa terhina dan tidak mau melawannya. Dengan segala sindiran dan cacian dari para dewa, Akhirnya kedua raksasa itu mau melawan anak itu asalkan dia diubah menjadi sebesar para pandawa. Para dewa pun  membuang Gatotkaca beserta beberapa pusaka Kahyangan ke Kawah candradimuka. Anak itupun tidak bisa mengelak dari takdirnya. Selang tak berpa lama, muncul sosok tinggi besar dan berotot ke udara. Ya,, itulah Gatotkaca. Pertempuranpun terjadi di Kahyangan. Kedua raksasa tersebut akhirnya mati di tangan Gatotkaca.
            Dewi Arimbi terkejut ketika melihat seorang pria berjalan bersama suaminya ke rumah. Dia bertanya “Siapakah pria berotot itu kang mas ?”. Dia adalah anakmu dinda”, sahut Bima. Betapa terkejutnya Dewi Arimbi mendengarnya. Bima lalu menceritakan dengan bangga kepada Dewi  Arimbi akan keberhasilan anaknya menyelamatkan Kahyangan dengan mengalahkan kedua raksasa itu. Bukan kegembiraan yang dirasakan Dewi Arimbi, melainkan kesedihan melanda hatinya. Bagaimana tidak sedih , ketika seharusnya dia masih ingin merasakan isapan manja anaknya pada puting susunya.  Ingin melihat anaknya belajar berjalan dan mulai mengucapkan kata ibu padanya seperti normalnya ibu. Dia semakin sedih ketika Gatotkaca ditunjuk menjadi pemimpin di negara Pringgandani. Sekali lagi dia tidak bisa memungkiri takdirnya. Dia harus memakmurkan rakyatnya dan mulai memikirkan taktik melawan Kurawa.
            Pada suatu pagi yang cerah, Dewi Arimbi sedang duduk menikmati udara sejuk yang disediakan alam untuknya. Lalu terdengar langkah-langkah yang kian mendekat padanya. Ya, ternyata anaknya Gatotkaca. Dia baru terbangun dari tidurnya dan berjalan keluar seakan ingin mengucapkan selamat pagi padadunia.
 “Apakah kamu tidak ingin mandi di kali bersama teman-temanmu nak ?” tanya Dewi Arimbi.
“Aku tidak diajak”, sahut Gatotkaca.
“Atau hanya sekedar menangkap capung bersamaku ?”Tanya Dewi Arimbi.
“Terlalu mudah bagiku “, jawab Gatotkaca sembari meninggalkan ibunya.
Memang tubuhnya tampak kekar dan berotot seperti ayahnya, namun ada suatu hal di mana hanya seorang ibu yang mengerti. Ya, walaupun dia sudah besar, namun tatapan matanya masih seperti tatapan mata anak-anak lainnya yang masih ingin bermain mobil-mobilan dari tanah liat dan memanjat pohon pisang bersama teman-temannya.
            Mungkin memang benar ketika temanku mengatakan bahwa sejarah itu berulang, ketika saat ini aku harus melihat anak kecil yang sedang mengamen di pinggir jalan. Seharusnya mereka masih merasakan asyiknya bermain kelerenng sambil membawa es lilin di tangan kirinya. Terlintas dalam benakku , faktor apa yang membuat mereka seperti itu ? ekonomi ? paksaan ? atau apalah yang pasti hal tersebut tidak manusiawi sekali. Akankah hidup mereka seperti Gatotkaca yang kehilangan masa kecilnya karena harus memikul beban negaranya ?. Aku harap tidak , cukup seorang Gatotkaca saja lah yang merasakannya.
            Sejenak aku termenung mengingat apa yang pernah kulihat saat itu. Sempat berfikir akankah ketika aku menjadi seorang yang dipanggil ayah, aku masih bisa memberikannya masa kecil yang indah ? ataukah aku hanya akan merampas masa indah itu dengan menuntutnya agar selalu belajar setiap habis magrib dan harus menjadi bintang kelas di sekolahnya ?.inilah yang belum kumengerti dari hidupku yang aneh ini. Ketika jaman sudah mengharuskan anak untuk menjadi super secepatnya, tak banyak yang bisa kulakukan agar masa kecilnya tidak terbuang dengan hal-hal yang membebaninya. Semoga kelak aku tidak akan menjadi seorang perampok yang merampas kebahagiaan indah yang harus dinikmati anakku dan kelak aku bisa mengatakan dengan bangga pada teman-temanku bahwa inilah anakku .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar