Kamis, 13 Februari 2014

Lingkungan yang Memabukkan


Oleh: Rhugandanu Nhara  (Heru)
Tak bisa dipungkiri bahwa lingkungan yang baik menghasilkan masyarakat yang baik. Karena masyarakat yang baik peduli dengan cara merawat lingkungannya. Dan kita dikelilingi oleh lingkungan yang buruk. Tetapi, apakah kita adalah masyarakat yang buruk?
Pohon-pohon, gunung, sungai, lautan hingga binatang-binatang yang hidup didalamnya, kesemuanya itu bisa kita sebut sebagai lingkungan hidup. Tetapi apakah hal itu ada di sekitar kita? Saya kira tidak. Hal itu sama sekali tidak kita pikirkan. Lingkungan yang kita lihat sehari-hari kini hanyalah kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik yang melepaskan banyak sekali asap dan gas emisi ke udara, gedung-gedung tinggi, reklame dan spanduk-spanduk dimana-mana, yang jika kita perhatikan isi dari hal-hal tersebut sesungguhnya hanya memikirkan isi perutnya sendiri. Bagaimana bisa anda tidur nyenyak apabila sampah spanduk mengelilingi anda? Kita seharusnya memikirkan betapa pentingnya lingkungan bagi kehidupan kita.
Apabila anda ditanya oleh seseorang,apa itu lingkungan? Kemungkinan yang pertama kali terpikir oleh anda adalah warna hijau dan segala bentuknya yang terserah anda. Misalnya, anda berpergian menaiki kereta api, mulai dari stasiun Jember menuju Surabaya, selama perjalanan anda akan disuguhkan pemandangan yang barusan anda pikirkan, dan biasanya itu membosankan. Tanah gersang, kadang kelabu, kadang kuning keputihan. Kadang muncul kebun tembakau, kecil, dan hilang tersapu kelajuan. Muncul lagi, kecil lagi, hilang lagi. Dan sawah dan sawah dan sawah, tanpa air, ditanami palawija menjelang panen. Mungkin pemandangan tersebut mirip dengan isi spanduk tadi, spanduk caleg khususnya, tak ada yang menarik untuk dilihat. Sebagian orang memang menikmati pemandangan itu, tapi sebagian orang tidak. Mereka lebih memilih sibuk dengan lagu-lagu atau pesan singkat dari pasangannya di handphonenya.
Sampai di Surabaya, salah satu kota metropolitan di Indonesia, yang juga kota terbesar nomor dua di Indonesia (setelah Jakarta tentunya)saat ini memiliki walikota bernama Ibu Ir. Tri Rismaharini, M.T. Sebelum menjadi walikota, beliau adalah alumnus arsitektur ITS, ahli di bidang tata lingkungan kota hingga menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya. Di masa kepemimpinannya di DKP, bahkan hingga kini menjadi Walikota Surabaya, Kota Surabaya menjadi lebih asri dibandingkan sebelumnya, lebih hijau dan lebih segar. Sederet taman kota yang dibangun di era Tri Risma adalah pemugaran taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dengan konsep all-in-one entertainment park, taman di Bundaran Dolog, taman Undaan, serta taman di Bawean, dan di beberapa tempat lainnya yang dulunya mati sekarang tiap malam dipenuhi dengan warga Surabaya. Selain itu Risma juga berjasa membangun pedestrian bagi pejalan kaki dengan konsep modern di sepanjang jalan Basuki Rahmat yang kemudian dilanjutkan hingga jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman.
Dapat kita perhatikan bahwa seorang yang ahli tata lingkungan kota, berpengaruh besar terhadap selain lingkungannya sendiri juga pandangan masyarakat sekitarnya. Sekali lagi saya katakan lingkungan yang baik menghasilkan masyarakat yang baik. Ini merupakan hubungan timbal-balik antara lingkungan-masyarakat. Dan Surabaya membuktikan bahwa masyarakatnya ingin agar kotanya menjadi lebih baik dengan memilih seorang ahli tata lingkungan kota menjadi pemimpinnya. Masih ingatkah anda, bahwa pada tahun 2012 Kota Surabaya mendapatkan penghargaan sebagai kota berwawasan lingkungan terbaik se-Asia Pasifik oleh organisasi internasional Citynet. Penghargaan tersebut seakan melengkapi penghargaan sebelumnya yakni Kota Surabaya sebagai peraih Piala Adipura Kencana. Adipura merupakan penghargaan lingkungan hidup untuk kota di Indonesia yang dinilai bersih teduh (clean and green city) dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Governance. Kerja keras Ibu Tri Rismaharini dalam menyulap lingkungan kotanya menjadi lebih baik sungguh membuat iri kota/kabupaten lainnya.
Berbanding terbalik dengan lingkungan Surabaya, di desa saya di Antirogo, Jember, kalau anda pernah ke sana, anda akan melihat sungai berwarna pekat kecoklatan yang dihiasi dengan plastik-plastik terapung, perkakas penyok, bangkai kucing dengan perut gembung, atau lalat hijau mengelilingi sampah busuk. Oleh warga sekitar hal ini amat biasa bahkan bagus untuk dinikmati. Teramat sederhana buat jadi pertimbangan, teramat sepele buat jadi pikiran. Padahal, dulu waktu masih kanak-kanak saya dan para tetangga sebaya saya sering sekali mandi di sungai itu. Kini tidak lagi. Sungai tersebut menjadi tempat pembuangan sampah favorit bagi warga sekitar. Inikah yang disebut lingkungan? Sungguh ironis.
Tetapi hal tersebut bukanlah yang paling mengerikan bagi saya. Masih ada yang lebih buruk daripada lingkungan kotor, yaitu lingkungan yang mengancam nyawa. Saya sangat bersyukur karena lahir dan besar di Indonesia. Sedangkan saudara-saudara saya yang lahir dan besar di negara-negara konflik seperti Palestina maupun Suriah, mungkin akan tertawa melihat saya mengeluh tentang lingkungan. Mereka memikirkan lebih dari itu, keselamatan jiwa raga diri dan keluarga mereka terancam tiap menitnya.
Apabila yang anda inginkan adalah lingkungan yang “indah” bahkan berpikir hingga ke alam terliar anda, mungkin surga lah satu-satunya tempat. Dan jika sekali lagi anda ditanya, apa itu lingkungan? Hanya anda dan Tuhan yang bisa menjawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar