Oleh:
Ardi Sugiarto
Kalau
bicara tentang kesenian reog ponorgo berarti pula membicarakan pelestarian budaya dan perlindungan terhadap binatang
terancam punah. Dalam hal ini yang di maksudkan
adalah harimau.
Reog
ponorogo adalah kesenian yang berlatar
belakang cerita kelono sewandono dari
kerajaan bantaring yang akan meminang
putri songgo langit dari kediri tetapi setelah prabu klono sewandono
pergi ke kediri dan bertemu putri songgolangit, prabu kelono sewandono
mendapatkan 1 syarat untuk meminangnya yaitu memberikan sebuah pertunjukan yang
belum pernah ada sebelumnya, dan terciptalah kesenian reog ponorogo sebagai syarat tersebut,
Dalam kesenian reog ponorogo terdapat lima
tokoh yang diperankan, diantaranya:
warok, jahtil, pujangga anom, kelono sewondono,dan dadak merak (sebagai unsur
utama). Perkembangannyapun sangat pesat,
dimana hampir disetip pulau besar di nusantara memepunyai grup atau paguyuban
reog, dengan semakin berkembangnya kesenian reog maka semakin banyak pula
pengrajin cekatakan ( kepala dadak merak yang terbuat dari kayu dan kulit
harimau), hal tersebut berdampak pada semakin mahal dan sulitnya mendapatkan
kulit kepala hariamau.
Di bumi
nusantara ini terdapat 3 spesies harimau dengan daerah penyebaran:
jawa(harimau jawa), bali (harimau bali), sumatra (harimau sumatra). Dari ketiga
spesies harimau tersebut hanya harimau sumatra lah yang sampai saat ini bisa
kita temui keberadaannya, walaupaun dengan status terancam punah, hal tersebutpun
juga terjadi dengan harimau jawa dan harimau bali bahkan lebih parah, karena
statusnya yang punah.
Hal
tersebut di akibat banyak faktor.
Dintaranya ahli fungsi hutan di sumatera
menjadi perkebunan kelapa sawit dan pemukiman penduduk, dalam artian semakin
banyaknya poerkebunan kelapa sawit dan naiknya angka pertumbuhan penduduk ,
maka semakin sempit habitat harimau sumetera untuk kelangsungan hidup
(mencari makan dan berkembang biak).
Faktor tersebut di dukung dengan semakin banyaknya penebangan liar di bumi
sumatera dan perburuan liar yang hasilnya di peruntukan untuk hiasan para
kolektor ataupun benda seni lainnya.
Faktor tersebutpun berlaku dipulau jawa dan bali, dimana luas lahan hutan-hutan
di jawa danbali semakin bekurang akibat semakin membludaknya pertumbuhan
penduduk dan transmigran dari luar pulau, dan juga peburuan liar untuk benda
seni.
Pernahkah
kita berpikir ketika semakin banyaknya grup atau paguyuban reog baru berarti
semakin terancap pula keberadaan hariamu dan merak yang ada di alam liar
nusantara, mungkin alahkah baiknya jika kita juga memikirkan dengan kelestarian
binatang-binatang tersebut. Denngan penangkaran binatang-binatang langka
tersebut atau upaya menciptakan kulit
harimu dan bulu merak buatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar