Senin, 24 Februari 2014

Seni

Oleh: Yuniansyah 
Seni... Sebuah kata yang memiliki banyak makna bagi mereka yang mampu untuk menikmatinya, dan akan terasa hambar bagi mereka yang tidak bisa.  Seni berjalan saling berdampingan dengan kehidupan. Jika tidak ada seni dalam kehidupan ini, mungkin tidak akan ada gunung yang hijau dan taman bunga yang cantik. Ki Hajar Dewantara mendefinisikan seni itu merupakan sebuah cara yang kita lakukan untuk menyelesaikan sebuah tindakan dan bersifat indah, menyenangkan dan dapat menggerakan jiwa manusia. Contohnya dapat kita ambil dari kehidupan sehari-hari, misalnya menulis, makan, sepakbola dan merokok.
                Menurut cara pengungkapannya seni dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu seni tradisional yang lebih berpedoman pada kaidah turun-temurun dan seni modern yang umumnya terpengaruh dari budaya barat. Seni dibedakan menjadi 5 jenis menurut media pengungkapannya, yaitu seni rupa, sastra, musik,tari dan teater. Mengulas seni secara mendalam mungkin akan tidak ada ujungnya seperti mencari ujung dari sebuah lingkaran. Daripada kita bersusah payah mencoba untuk menelisik lebih jauh tentang definisi seni, lebih efisien jika kita mencoba melakukan seni dengan seindah mungkin.
                Seni musik khususnya. Sebenarnya tingkat musikalitas pemusik indonesia tidak kalah dengan pemusik mancanegara. Bagiku Balawan, Tohpati, dan Dewa bujana merupakan 3 maestro gitar Indonesia yang tidak diragukan lagi skillnya. Bahkan sudah banyak group band yang Go International. Hal itu menandakan bahwa, skill para pemusik Indonesia tidak kalah dengan group asing. Diukur dari skill musikalitas Sebenarnya,  masih banyak group band yang mampu untuk bersaing di kancah International. Entah karena apa, mereka malah tidak bisa booming seperti yang lain. keberuntungan , nasib, dan ekonomi menjadi faktor penghambat menurut mereka.
                Banyak karya menarik dari musisi Indonesia, namun mereka lebih memilih memendamnya sebagai koleksi pribadi. Entah disadari atau tidak, musik pop mellow dan easy listening lebih menguasai pasar musik di negeri kita ini. Seakan enggan menerima aliran selain itu. Bukankah semakin menarik, ketika berbagai macam warna disatukan ?. Tentu hasilnya akan menghasilkan sebuah warna baru.
                Perlu kita sadari bahwa mayoritas masyarakat kita adalah pekerja. Entah itu pada sektor agraris , maritim dan lainnya yang memerlukan tenaga lebih daripada di kantor. Waktu mereka istirahat hanya sekitar 1/3 hari. Mereka memutar musik sekedar untuk menghibur diri, disaat energi tubuh dan pikirannya terkuras saat kerja. Hadirlah musik yang ber genre pop yang easy listening dan mellow untuk menenagkan pikiran mereka. Sampai akhirnya, penjualan musik yang bergenre seperti itu sangat laris di pasar.
                Ketika musik bergenre lain ingin melebarkan sayapnya, mereka terhambat olleh pasar . bagaimana tidak ,penjualan lagu bergenre pop lebih tinggi penjualannya daripada genre lain. Rumah produksi pun tidak mau mengambil resiko terlalu tinggi. Mereka lebih berorientasi pada keuntungan. Bagaimana dengan genre lain? Hanya 2 pilihan untuk mereka, mengubah genrenya sesuai masyarakat atau mebuat pasar sendiri. Mereka tidak memiliki pilihan lebih dari itu. Kalau sudah begini, kreativitas mereka pun dibatasi oleh pasar. Mereka jadi kurang berani mengeksplorasi lagu, karena terbayang-bayang oleh pasar. Jika kreativitas sudah dibatasi, bagaimana kita mau bersaing di kancah Internasional. Sungguh miris mendengarnya, namun inilah kenyataaan yang ada. Semoga kelak musisi-musisi Indonesia masih mampu untuk bersaing di kancah Internasional.

Minggu, 23 Februari 2014

Merokok Bisa Membunuhmu


Oleh : Rhugandanu Nhara
Peraturan pemerintah tentang larangan merokok, sepertinya sudah semakin membabi-buta, tidak cerdas dan cenderung arogan. Begitu hebatnya lembaga-lembaga dunia menekan pemerintah Indonesia, untuk segera membangkrutkan semua perusahaan rokok di republik ini. Padahal, industri rokok di Indonesia, adalah industri satu-satunya yang tahan banting, tak pernah diguncang krisis ekonomi apa pun.
Namun, ketika pemerintah Indonesia ditekan dunia dan tak berdaya menghadapi serangan demi serangan. Maka, akhirnya mulai Januari 2014 ini semua perusahaan rokok wajib mencatumkan tulisan dengan huruf besar dan singkat: ‘Merokok Bisa Membunuhmu’, menggantikan tulisan sebelumnya, Merokok Dapat Menyebabkan kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin.
Padahal menurut saya, sejatinya dan seasli-aslinya merokok itu sangat herbal, bahkan merokok itu secara agamis masuk dalam kategori sangat ibadah. Dan puncaknya bagi para perokok di republik ini versi saya, mereka yang nyaman selalu merokok itu dijamin undang-undang dari semua kitab agama-agama di dunia pasti masuk surga, setelah meninggal dunia. Mengapa?
Secara otomatis, jika rokok tetap dijadikan herbal dan ibadah, maka otomatis membantu penghidupan yang layak bagi manusia-manusia di semua pelosok di tanah air. Misalnya, semua petani tembakau semakin nyaman hidupnya, semua buruh tanaman tembakau selalu punya penghasilan tetap. Buruh harian untuk melinting rokok dari pabrik-pabrik rokok yang kecil pun selalu nyaman untuk hidup. Ketika semua yang terkait dengan tembakau dan kemudian masuk pabrik-pabrik raksasa dan kecil-kecilan sudah hidup enak. Maka selanjutnya, semua keluarga supir dan kernet-kernet pengangkut tembakau dan juga rokok, sepertinya tak akan pernah penisun, karena bisa turun temurun beserta keluarganya selalu terjamin selalu ada pekerjaan rutinitas.
Asyiknya lagi, penjual rokok di warung-warung, kemudian pedagang rokok asongan di jalan-jalan tak akan pernah tekor, karena rokoknya selalu laku- di mana-mana. Yang tambah nikmat justru ketika perusahaan rokok selalu bangga menjual produk rokok baru, bersama para SPG-SPG-nya yang kita tahu, selalu sedap untuk dipandang.
Hadirnya Indomaret dan Alfamart di mana-mana, ikut menyemarakan semua outlet rokok persis di tempat para kasir-kasirnya, dan tentunya semua gerai supermarket juga mendapat income tambahan, akibat semua pabrik rokok beriklan di gerai-gerai minimarket. Hanya perusahaan rokok yang selalu punya anggaran advertising dan mencetak event-event lokal, nasional dan internasional secara besar-besaran untuk dibuang ke semua media televisi, koran-koran di seluruh Indonesia, serta semua portal-portal. Sehingga bisa menambah income bagi setiap media cetak dan elektronik. Di bidang lain, dengan adanya industri rokok bagi dunia kesehatan pun juga diuntungkan olehnya. Mengingat dunia pharmasi yang menjadi musuh nomor satu bagi industri rokok. Maka, dalam dunia kesehatan justru diuntungkan secara finansial secara lumayan. Misalnya, dokter ahli paru-paru dan klinik-klinik kesehatan di kota maupun di desa akan mendapat income, akibat banyak yang katanya terkena gejala penyakit paru-paru.
Hanya ada dua hal yang menyebabkan orang habis merokok dan kemudian langsung meninggal dunia. Pertama, ketika Anda mencuri rokok dan kemudian diteriakin maling lalu dihabisi oleh massa. Kedua, ketika Anda saat merokok masuk di kolam bensin. Tetapi menurut saya, yang pasti hanya satu yang tentu dijamin surga, karena Anda membeli rokok maka Anda melakukan ibadah yang tak ada tandingannya, dengan mensejahterakan warga negara republik ini.
Kalau tidak percaya, silahkan mencoba, sekaligus mempraktikan slogan yang wajib dijalankan oleh industri pabrik rokok, yang dipaksa oleh pemerintah dengan tulisan: Merokok Bisa Membunuhmu. Slogan yang tidak cerdas sekaligus kalut.

Galau


Oleh : Yuniansyah Surya Pratama
 “Galau” mungkin sudah tidak asing lagi di abad 21 ini. Sebuah kata yang sering kita  jumpai, entah itu dari curhat teman ataupun dari media sosial. fenomena galau ini sempat menjadi trending topic kalangan remaja. Mereka mengungkapkan perasaan hatinya dengan istilah tersebut. Orang-orang tuapun tidak mau ketinggalan, mereka mengungkapkan galau ketika tugas di kantor mereka menumpuk. Sebenarnya, apa sih galau itu ?
            Banyak remaja yang menyebut bahwa galau merupakan sebuah penyakit hati. Jika tidak ditangani secara benar, penyakit ini bisa sangat berbahaya bahkan berujung dengan kematian. Sayangnya , sampai saat ini dokter-dokter di dunia belum mampu menemukan obat yang tepat untuk penyakit ini. Penderita lebih sering mengobati penyakitnya dengan cara-cara alternatif  seperti ngopi, curhat bahkan mabuk. Pengobatan yang bisa membuat mereka sembuh sementara. Seandainya ada satu dokter yang mampu menemukan obatnya, bisa dipaastikan  limousin akan mendatanginya dengan mudah. Di tahun 2013 belum ada seorangpun yang berhasil menemukan obat ilmiah tersebut. Semoga di tahun 2014 ini akan segera muncul obat tersebut.
            Kita sering menemui kata “galau” di beberapa media sosial. mulai dari facebook, twitter, line ,whatsapp dan beberapa media lain. Hal tersebut menjadikan kata “galau” menjadi semakin tenar. Kata tersebut bahkan pernah menjadi trending topic di jejaring sosial terebut. Seharusnya, kita bisa menjumpai informasi yang jauh lebih penting daripada kata “galau”.  Informasi yang bisa menambah wawasan kita ataupun minimal menjadi bahan obrolan ketika ngopi. Bisa dipastikan budaya bertukar pikiranpun lama-lama akan tergeser bahkan musnah, dan berganti menjadi bertukar kegalauan. Maka tidak heran ketika si “galau” ini menjadi ngetrend, ketika media jejaring menjadi salah satu jembatan di era globalisasi ini. Jika facebook bisa menangis, mungkin dia akan menangis. Terlalu banyak yang mengungkapkan “galau” padanya. Kasihan ya si facebook..
            Setelah mengtahui sepak terjang dari “galau”, kita kembali lagi pada pengertian galau. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, tidak muncul kata galau. Hal itu membuat tanda tanya di kepala kita semakin besar tentang jatidiri si galau. Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti tentang “galau”. Mereka hanya dapat merasakan, namun sulit untuk dimengerti. Mungkin galau memang tidak mempunyai arti. Jika tidak mempunyai arti, mengapa kok kata “galau” sering disebut . Mungkin mereka ingin mengikuti hal yang lagi ngetrend di era ini. Tidak bisa dipungkiri, galau merupakan sebuah kata yang menjadi bintang saat ini. Banyak orang mengenal si “galau”. Sempat berfikir untuk menjadi akrab dengan galau. Dengan memanfaatkan popularitasnya di masyarakat, mungkin aku bisa terpilih menjadi presiden . Nah bagi para galauers , nikmati saja istilah “galau” tersebut dan ikutlah dengan apa yang disarankan “galau”.  Jangan pernah melawan galau, dia terlalu kuat untuk kau lawan. Maka tetaplah  berdiri bibelakang “galau”.  Hidup Galauers..

Bismillah


Oleh: Pristiyono
Setiap kebudayaan pasti memiliki ciri khas yang menjadikannya berbeda dengan kebudayaan lain. Ada kebudayaan yang sederhana dan sangat rumit. Saking rumitnya hingga kebudayaan yang ada sulit dipahami oleh orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda.
Suku Jawa merupakan salah satu yang memiliki kebudayaan yang rumit. Kita dapat melihat dengan dihitungnya setiap kejadian ataupun kegiatan yang akan dilakukan. Mulai dari yang dianggap wah hingga yang remeh temeh, orang Jawa selalu mengaitkan dengan hitung-hitungan.
Hitung-hitungannya juga memiliki cara sendiri yang tidak sama dengan kebudayaan lain. Penambahan hari pasaran menunjukkan bahwa orang Jawa memiliki cara sendiri yang tidak bisa dihapus oleh kebudayaan lain. Ketika ada hari dari kebudayaan lain, orang Jawa menjadikannya sebagai pelengkap dalam penambahan hitungan. Sehingga muncul istilah “dinten pitu pekenan gangsal” (hari tujuh pasaran lima). Dinten pitu atau hari tujuh terdiri dari senin, selasa dan seterusnya. Sedangkan pekenan gangsal atau pasaran lima terdiri dari Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Dua hari tersebut digabung sehingga muncul Senin Pon, Selasa Wage, dan seterusnya.
Selain itu orang Jawa memang sangat kuat harga dirinya. Hal ini dapat dilihat dengan adanya penambahan kata Gusti (bagusing ati) pada tiap Tuhan yang dibawa oleh agama-agama dari jauh. Mulai dari Gusti Budha, Gusti Yesus, hingga Gusti Allah.
Munculnya agama Islam di Jawa juga memberikan pengaruh yang kuat dalam akulturasi budaya. Orang Islam dianjurkan untuk memulai membaca Bismillah sebelum melakukan sesuatu. Terutama yang berkaitan dengan hal-hal yang baik.
“Tidak semata-mata seorang hamba membaca Bismillah (sampai akhirnya) melainkan Allah SWT memerintahkan Malaikat Kirooman-Kaatibiin agar mencatat dalam buku amalnya empat ratus macam kebaikan” (Kitab Lubabul Hadits Syekh Jalaluddin As-Suyuti)
Melihat faedahnya, sudah tentu banyak yang mencoba mengamalkan sesuai dengan kemampuan. Seperti membaca Bismillah tidak semua orang Jawa bisa melafalkan dengan baik dan benar. Namun mereka mencoba dengan sepenuh jiwa. Pada saat saya masih kecil, seringkali melihat adanya orang tua yang membaca Semillah, untuk memulai mengangkat sesuatu yang berat. Semillah yang sebenarnya adalah Bismillah, namun karena pelafalannya dianggap sulit mereka memodifikasi sesuai dengan apa yang mereka bisa.
Kata Semillah merupakan salah satu bukti bahwa kata akan menjadi mantra bila diucapkan dengan sungguh-sungguh dan mengharap akan ada sesuatu yang berbeda setelah mengucapkannya. Saya menjadi bertanya, kata yang diucapkan dengan pelafalan yang salah saja bisa menimbulkan tambahan semangat. Bayangkan bila kata itu diucapkan dengan lafal yang benar dan hati yang mantab.

Rabu, 19 Februari 2014

Gratifikasi dan Budaya

                                                                      oleh: Pristiyono

bukan bermaksud bicara SARA (Suku Agama Ras Akademik), melihat adanya kasus gratifikasi yang melibatkan pegawai KUA. saya sempat bertanya, bukankah orang memiliki hak untuk menikahkan anaknya dimana saja??. masalah mereka masih menggunakan KUA, itu dikarenakan menganggap lembaga ini adalah lembaga negara yang bisa mensahkan suatu pernikahan versi negara. karena banyak pernikahan yang sah menurut adat dan agama namun masih belum sah menurut Negara. sehingga orang-orang biasanya mengundang pegawai KUA untuk mencatat pernikahan tersebut.

sebenarnya menikah bisa dilakukan di KUA dengan biaya yang tidak sampai 100 ribu. namun karena mereka mengundang pegawai tersebut untuk datang ke rumah, biasanya si empunya rumah memberikan tambahan uang sebagai ganti uang bensin lah. walau memang ada beberapa tempat yang petugasnya minta harga "sekian" untuk datang ke rumah seseorang.  

saya tidak tahu di daerah lain, orang Jawa memiliki tradisi atau malah budaya untuk berbagi. hal ini dapat dilihat dengan banyaknya upacara, selametan, ruwatan atau apalah kegiatan yang tujuanya untuk membagi-bagi rejeki yang telah mereka peroleh.seperti selamatan, sebelum lahir calon bayi sudah diselameti dengan 3 bulanan, 7 bulanan hingga waktu lahir. setelah lahirpun masih ada pupak puser, pagutan (35 hari), pitonan. masih usia 7 bulan sudah ada 5 selametan. saya yakin selain memiliki makna untuk meminta keselamatan, nenek moyang orang jawa dulu pasti suka berbagi.

untuk bayinya sendiri aja mereka sudah melakukan banyak pembagian. apalagi kalau mereka dibantu orang lain untuk menyelesaikan masalah mereka. sudah dapat diramalkanlah apa yang mungkin dilakukan mereka.

orang jawa memiliki gotong royong, dalam bukunya soekarno penyambung lidah rakyat karangan cindy adams, bung karno memberikan contoh gotong royong dengan seperti ini. kalau kamu punya tamu, tahu-tahu tetanggamu akan mengirim kue, rokok, kopi maupun yang lain dari belakang rumah.

hal ini yang mungkin mendorong orang-orang jawa melakukan kegiatan yang disebut gratifikasi oleh hukum saat ini. saya bukan orang yang tahu tentang hukum, namun saya yakin ada pengecualian hukum untuk sebuah tradisi atau kebudayaan.

Kamis, 13 Februari 2014

Lingkungan yang Memabukkan


Oleh: Rhugandanu Nhara  (Heru)
Tak bisa dipungkiri bahwa lingkungan yang baik menghasilkan masyarakat yang baik. Karena masyarakat yang baik peduli dengan cara merawat lingkungannya. Dan kita dikelilingi oleh lingkungan yang buruk. Tetapi, apakah kita adalah masyarakat yang buruk?
Pohon-pohon, gunung, sungai, lautan hingga binatang-binatang yang hidup didalamnya, kesemuanya itu bisa kita sebut sebagai lingkungan hidup. Tetapi apakah hal itu ada di sekitar kita? Saya kira tidak. Hal itu sama sekali tidak kita pikirkan. Lingkungan yang kita lihat sehari-hari kini hanyalah kendaraan bermotor dan pabrik-pabrik yang melepaskan banyak sekali asap dan gas emisi ke udara, gedung-gedung tinggi, reklame dan spanduk-spanduk dimana-mana, yang jika kita perhatikan isi dari hal-hal tersebut sesungguhnya hanya memikirkan isi perutnya sendiri. Bagaimana bisa anda tidur nyenyak apabila sampah spanduk mengelilingi anda? Kita seharusnya memikirkan betapa pentingnya lingkungan bagi kehidupan kita.
Apabila anda ditanya oleh seseorang,apa itu lingkungan? Kemungkinan yang pertama kali terpikir oleh anda adalah warna hijau dan segala bentuknya yang terserah anda. Misalnya, anda berpergian menaiki kereta api, mulai dari stasiun Jember menuju Surabaya, selama perjalanan anda akan disuguhkan pemandangan yang barusan anda pikirkan, dan biasanya itu membosankan. Tanah gersang, kadang kelabu, kadang kuning keputihan. Kadang muncul kebun tembakau, kecil, dan hilang tersapu kelajuan. Muncul lagi, kecil lagi, hilang lagi. Dan sawah dan sawah dan sawah, tanpa air, ditanami palawija menjelang panen. Mungkin pemandangan tersebut mirip dengan isi spanduk tadi, spanduk caleg khususnya, tak ada yang menarik untuk dilihat. Sebagian orang memang menikmati pemandangan itu, tapi sebagian orang tidak. Mereka lebih memilih sibuk dengan lagu-lagu atau pesan singkat dari pasangannya di handphonenya.
Sampai di Surabaya, salah satu kota metropolitan di Indonesia, yang juga kota terbesar nomor dua di Indonesia (setelah Jakarta tentunya)saat ini memiliki walikota bernama Ibu Ir. Tri Rismaharini, M.T. Sebelum menjadi walikota, beliau adalah alumnus arsitektur ITS, ahli di bidang tata lingkungan kota hingga menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan Kepala Badan Perencanaan Kota Surabaya. Di masa kepemimpinannya di DKP, bahkan hingga kini menjadi Walikota Surabaya, Kota Surabaya menjadi lebih asri dibandingkan sebelumnya, lebih hijau dan lebih segar. Sederet taman kota yang dibangun di era Tri Risma adalah pemugaran taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dengan konsep all-in-one entertainment park, taman di Bundaran Dolog, taman Undaan, serta taman di Bawean, dan di beberapa tempat lainnya yang dulunya mati sekarang tiap malam dipenuhi dengan warga Surabaya. Selain itu Risma juga berjasa membangun pedestrian bagi pejalan kaki dengan konsep modern di sepanjang jalan Basuki Rahmat yang kemudian dilanjutkan hingga jalan Tunjungan, Blauran, dan Panglima Sudirman.
Dapat kita perhatikan bahwa seorang yang ahli tata lingkungan kota, berpengaruh besar terhadap selain lingkungannya sendiri juga pandangan masyarakat sekitarnya. Sekali lagi saya katakan lingkungan yang baik menghasilkan masyarakat yang baik. Ini merupakan hubungan timbal-balik antara lingkungan-masyarakat. Dan Surabaya membuktikan bahwa masyarakatnya ingin agar kotanya menjadi lebih baik dengan memilih seorang ahli tata lingkungan kota menjadi pemimpinnya. Masih ingatkah anda, bahwa pada tahun 2012 Kota Surabaya mendapatkan penghargaan sebagai kota berwawasan lingkungan terbaik se-Asia Pasifik oleh organisasi internasional Citynet. Penghargaan tersebut seakan melengkapi penghargaan sebelumnya yakni Kota Surabaya sebagai peraih Piala Adipura Kencana. Adipura merupakan penghargaan lingkungan hidup untuk kota di Indonesia yang dinilai bersih teduh (clean and green city) dengan menerapkan prinsip-prinsip Good Governance. Kerja keras Ibu Tri Rismaharini dalam menyulap lingkungan kotanya menjadi lebih baik sungguh membuat iri kota/kabupaten lainnya.
Berbanding terbalik dengan lingkungan Surabaya, di desa saya di Antirogo, Jember, kalau anda pernah ke sana, anda akan melihat sungai berwarna pekat kecoklatan yang dihiasi dengan plastik-plastik terapung, perkakas penyok, bangkai kucing dengan perut gembung, atau lalat hijau mengelilingi sampah busuk. Oleh warga sekitar hal ini amat biasa bahkan bagus untuk dinikmati. Teramat sederhana buat jadi pertimbangan, teramat sepele buat jadi pikiran. Padahal, dulu waktu masih kanak-kanak saya dan para tetangga sebaya saya sering sekali mandi di sungai itu. Kini tidak lagi. Sungai tersebut menjadi tempat pembuangan sampah favorit bagi warga sekitar. Inikah yang disebut lingkungan? Sungguh ironis.
Tetapi hal tersebut bukanlah yang paling mengerikan bagi saya. Masih ada yang lebih buruk daripada lingkungan kotor, yaitu lingkungan yang mengancam nyawa. Saya sangat bersyukur karena lahir dan besar di Indonesia. Sedangkan saudara-saudara saya yang lahir dan besar di negara-negara konflik seperti Palestina maupun Suriah, mungkin akan tertawa melihat saya mengeluh tentang lingkungan. Mereka memikirkan lebih dari itu, keselamatan jiwa raga diri dan keluarga mereka terancam tiap menitnya.
Apabila yang anda inginkan adalah lingkungan yang “indah” bahkan berpikir hingga ke alam terliar anda, mungkin surga lah satu-satunya tempat. Dan jika sekali lagi anda ditanya, apa itu lingkungan? Hanya anda dan Tuhan yang bisa menjawab.