Oleh : Pristiyono
‘’Pris bagaimana kabarnya?’’
Kalimat itu yang tiba-tiba muncul
di hp saya, nomor yang tidak saya kenal. ‘’Baik, kamu gimana?
maaf ini nomor siapa?’’ kataku. Ternyata itu nomor dari kawan lama yang sudah lama tidak tahu kabar keberadaannya. Entah mengapa, seharusnya ada perasaan senang ketika ada teman yang mau meluangkan waktunya untuk sekedar mengingat saya. Namun kali ini beda, langsung timbul pertanyaan atau malah tepatnya curiga ada apa gerangan?
maaf ini nomor siapa?’’ kataku. Ternyata itu nomor dari kawan lama yang sudah lama tidak tahu kabar keberadaannya. Entah mengapa, seharusnya ada perasaan senang ketika ada teman yang mau meluangkan waktunya untuk sekedar mengingat saya. Namun kali ini beda, langsung timbul pertanyaan atau malah tepatnya curiga ada apa gerangan?
Ternyata saya sudah melupakan apa
itu silaturohmi. Kalau dulu, orang mengenal silaturohmi tanpa tendensi. Saya masih
ingat, dulu seringkali ada teman Bapak yang tiba-tiba mampir ke rumah. Ya,
hanya sekedar mampir tanpa ada tendensi selain menyambung silaturohmi. Motif yang
sederhana, dan hal itu merupakan hal yang sangat lumrah di jamannya.Berbeda dengan
sekarang, kalau tiba-tiba ada orang yang hadir kita akan curiga. Seperti saya
tadi tentunya. Hal yang seharusnya bisa menjadi sesuatu yang lumrah dan menarik
harus dicurigai dengan pertanyaan ini itu, kecurigaan ini itu.
Di saat memikirkan hal ini saya
melihat keponakan saya yang baru berusia 4 tahun. Tadi dia sempat berantem
dengan temannya. Belum ada satu jam, temannya sudah datang lagi dan keponakan
saya langsung tersenyum kemudian mereka sudah bermain bersama-sama seperti
tidak pernah mengingat pertengkarang sebelumnya. Melihat ketulusan yang dipancarkan mereka
lebih menarik dari pada kecurigaan yang ditawarkan pada kawan. Ternyata kita
perlu belajar pada anak kecil tentang arti ketulusan dan pertemanan.
Ingat kata-kata bijak, bila kita
benci seseorang maka kita akan selalu curiga dengan ketulusan yang dia berikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar