Kamis, 30 Januari 2014

Semar dan.....


Oleh: Yuniansyah Surya Pratama   
             
                Wayang.. Ya, mungkin kita sudah sering mendengar kata itu. Bahkan, semenjak saat kita masih merasakan kehangatan lumpur ketika bermain bola bersama teman-teman kecil kita dulu, yang juga masih sering menangis kalau orang tuanya lupa membuatkan segelas susu saat akan berangkat sekolah. Namun keberadaan wayang, atau lebih luas lagi, yakni kesenian tradisional sekarang sudah tidak sama lagi seperti dulu. Banyak anak-anak yang menanyakan pada ayahnya, “Apa sih ludruk itu?”, misalnya. Akan menjadi miris ketika sang ayah tidak bisa menjawabnya. Memang tak bisa kita pungkiri bahwa pamor seni tradisional sudah mulai meredup. Tatkala kini begitu banyaknya media massa yang mempertontonkan tayangan-tayangan dengan stigma bahwa hidup itu harus kaya, atau penampilan harus oke dengan banyak kekasih tentunya. Dan masyarakat kini pun mengamininya.

                Dalam dunia pewayangan kita mengenal Semar. Nama aslinya adalah Bathara Ismaya. Ia adalah salah satu punggawa punakawan yang berwajah aneh seperti karpet kusam, yang tidak jelas lagi warnanya. Namun sebenarnya ia merupakan sosok yang  berpengaruh dalam kehidupan di kahyangan. Pada saat beliau ingin memperebutkan sebuah tempat sebagai penguasa alam, ia melakukan sebuah kesalahan besar yang menyebabkan penampilan semar berubah seperti yang kita kenali saat ini. Tetapi ia sendiri bingung, apakah ia pria atau wanita. 

                Namun kharisma dari Semar atau sering juga dipanggil Ki Lurah Semar Badranaya itu masih terlihat. Memang dia bukan pemeran utama dalam beberapa pagelaran wayang. Dan Semar sendiri muncul saat goro-goro. Goro-goro adalah dimana keadaan alam telah benar-benar semrawut. Gunung-gunung meletus, langit serasa hitam kelam dan matahari seperti berada sejengkal saja di atas kepala kita. Dan ia selalu datang pada saat goro-goro itu terjadi. Pada saat kahyangan tengah dilanda kesemrawutan itu, ia datang dengan kharismanya. Mungkin memang perannya di dalam panggung sandiwara pewayangan adalah sebagai problem solving yang selalu datang ditengah keributan.

                Dalam kehidupanku kini, panggung sandiwaraku sendiri, seringkali timbul masalah-masalah yang entah dari mana datangnya. Mungkin memang telah ada sutradaranya sendiri. Dalam panggung ini mungkin peranku hanyalah sebagian kecil darinya dan aku pun hampir tidak tahu apa judul ini. Apakah aku terlalu cuek dalam sandiwara ini, entahlah... Namun, di dalam peranku yang hanya sedikit ini, aku tahu ada beberapa konflik yang terjadi pada pemeran utama. Namun aku dan kemampuanku masih belum mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karena kemampuanku kini hanya cukup untuk membuat layang-layang dari sepotong bambu, kertas, benang dan lem kertas.

Namun sampai kapan panggung sandiwaraku ini dapat berjalan dengan judul yang jelas? Apakah hanyalah sebuah impian, seperti cebol yang selalu merindukan bulan. Pernah suatu saat aku bermimpi akan kehadiran sosok Semar dalam sandiwara ini. Yang hadir sebagai problem solving dalam setiap masalah yang ada. Mungkin panggung sandiwaraku ini akan berjalan sedikit lebih lancar. Mungkin hanya sebuah impian kecil dari mahkluk yang tidak mampu dan tidak mau berusaha untuk merubah panggung sandiwaranya sendiri. Semoga Tuhan mau memberi sosok Semar dalam panggung sandiwaraku ini. Amin..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar