Oleh: Yuniansyah Surya Pratama
Wayang..
Ya, mungkin kita sudah sering mendengar kata itu. Bahkan, semenjak saat kita
masih merasakan kehangatan lumpur ketika bermain bola bersama teman-teman kecil
kita dulu, yang juga masih sering menangis kalau orang tuanya lupa membuatkan
segelas susu saat akan berangkat sekolah. Namun keberadaan wayang, atau lebih
luas lagi, yakni kesenian tradisional sekarang sudah tidak sama lagi seperti
dulu. Banyak anak-anak yang menanyakan pada ayahnya, “Apa sih ludruk itu?”,
misalnya. Akan menjadi miris ketika sang ayah tidak bisa menjawabnya. Memang tak
bisa kita pungkiri bahwa pamor seni tradisional sudah mulai meredup. Tatkala
kini begitu banyaknya media massa yang mempertontonkan tayangan-tayangan dengan
stigma bahwa hidup itu harus kaya, atau penampilan harus oke dengan banyak
kekasih tentunya. Dan masyarakat kini pun mengamininya.
Dalam
dunia pewayangan kita mengenal Semar. Nama aslinya adalah Bathara Ismaya. Ia
adalah salah satu punggawa punakawan yang berwajah aneh seperti karpet kusam,
yang tidak jelas lagi warnanya. Namun sebenarnya ia merupakan sosok yang berpengaruh dalam kehidupan di kahyangan. Pada
saat beliau ingin memperebutkan sebuah tempat sebagai penguasa alam, ia
melakukan sebuah kesalahan besar yang menyebabkan penampilan semar berubah
seperti yang kita kenali saat ini. Tetapi ia sendiri bingung, apakah ia pria
atau wanita.
Namun
kharisma dari Semar atau sering juga dipanggil Ki Lurah Semar Badranaya itu
masih terlihat. Memang dia bukan pemeran utama dalam beberapa pagelaran wayang.
Dan Semar sendiri muncul saat goro-goro. Goro-goro adalah dimana keadaan alam
telah benar-benar semrawut. Gunung-gunung
meletus, langit serasa hitam kelam dan matahari seperti berada sejengkal saja di
atas kepala kita. Dan ia selalu datang pada saat goro-goro itu terjadi. Pada
saat kahyangan tengah dilanda kesemrawutan
itu, ia datang dengan
kharismanya. Mungkin memang perannya di dalam panggung sandiwara pewayangan adalah
sebagai problem solving yang selalu
datang ditengah keributan.
Dalam
kehidupanku kini, panggung sandiwaraku sendiri, seringkali timbul
masalah-masalah yang entah dari mana datangnya. Mungkin memang telah ada sutradaranya
sendiri. Dalam panggung ini mungkin peranku hanyalah sebagian kecil darinya dan
aku pun hampir tidak tahu apa judul ini. Apakah aku terlalu cuek dalam
sandiwara ini, entahlah... Namun, di dalam peranku yang hanya sedikit ini, aku
tahu ada beberapa konflik yang terjadi pada pemeran utama. Namun aku dan
kemampuanku masih belum mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Karena kemampuanku
kini hanya cukup untuk membuat layang-layang dari sepotong bambu, kertas,
benang dan lem kertas.
Namun sampai
kapan panggung sandiwaraku ini dapat berjalan dengan judul yang jelas? Apakah
hanyalah sebuah impian, seperti cebol yang selalu merindukan bulan. Pernah
suatu saat aku bermimpi akan kehadiran sosok Semar dalam sandiwara ini. Yang
hadir sebagai problem solving dalam
setiap masalah yang ada. Mungkin panggung sandiwaraku ini akan berjalan sedikit
lebih lancar. Mungkin hanya sebuah impian kecil dari mahkluk yang tidak mampu dan
tidak mau berusaha untuk merubah panggung sandiwaranya sendiri. Semoga Tuhan
mau memberi sosok Semar dalam panggung sandiwaraku ini. Amin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar